IDGS, Jumat, 21 Juni 2019 - Implementasi skema loot box yang diterapkan EA (Electronic Arts) sudah banyak mengundang kritik dan hujatan, hingga menciptakan pandangan negatif terhadap mekanisme loot box. 
Tekanan terhadap loot box dalam game Battlefront 2 sangat intens dan membuat EA terpaksa mengerjakan ulang seluruh sistem loot box dalam game tersebut.
Tak berhenti sampai di situ, gencarnya EA menerapkan mekanisme loot box dalam judul-judul video gamenya juga menarik perhatian dari berbagai kelompok pengawas hingga organisasi pemerintah. 
Kerry Hopkins, wakil presiden EA terkait permasalahan dengan pemerintah dan legalisasi, ngotot bahwa produk-produk perusahaannya yang mengandung elemen acak bukanlah loot box, namun adalah "mekanisme kejutan." 
Dalam sesi pembuktian lisan dengan Komite Digital, Budaya dan Olahraga Parlemen Inggris, Hopkins membandingkan mekanisme EA dengan mainan kejutan yang telah beredar selama bertahun-tahun seperti Kinder Eggs atau Hatchimals, atau LOL Surprise. 
Dalam tanggapannya atas pertanyaan dari anggota parlemen dari Partai Nasional Skotlandia, Brendan O'Hara, Hopkins mengatakan:
"Menurut kami (EA), kami memang mengimplementasikan mekanisme seperti ini (item yang dibeli dengan uang dan dengan isi yang acak) dan FIFA juga merupakan salah satu mitra terbesar kami, FIFA Ultimate Team kami dan pack sebenarnya cukup etis dan menyenangkan, dan cukup dinikmai oleh orang-orang." 
(Blizzard)
"Kami setuju dengan komisi judi Inggris Raya, komisi judi Australia, dan komisi-komisi judi lainnya bahwa mereka (produk EA yang mengandung elemen acak) tidak termasuk berjudi dan kami kira produk-produk tersebut sama seperti produk-produk lain yang dinikmati orang-orang dengan cara yang sehat serta menyukai elemen kejutan," tambahnya. 
Ini berarti, EA terang-terangan tidak menyetujui pendirian anti-loot box yang diterapkan oleh regulasi Belanda dan Belgia. 
Penyelidikan Pemerintahan Inggris Raya terhadap bidang gaming telah diumumkan pada awal tahun 2019 dan menyelidiki banyak hal selain masalah loot box seperti kecanduan bermain game hingga bagaimana pemerintah mendukung industri VR (Virtual Reality). 
(Stefanus/IDGS)
Sumber: PCGamesN