INDOGAMERS.COM - Integritas dalam penggunaan teknologi pada turnamen esports, termasuk terminologi baru e-doping menjadi isu utama yang diangkat dalam pembahasan para pakar hukum di Kawasan Asia pada gelaran Games of Strategies: The Legal Frontiers of Technology in Sports yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia.
Games of Strategies: The Legal Frontiers of Technology in Sports merupakan forum yang diselenggarakan oleh Asian International Arbitration Centre (AIAC), sebuah institusi dibawah naungan Alternatively Dispute Resolution (ADR).
Forum ini melibatkan pakar hukum di Kawasan Asia sebagai pembicara, termasuk Yudistira Adipratama, S.H., LL.M., Kabid Hukum dan Legalitas Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI) yang juga merupakan partner dari K-CASE Lawyer.
Baca Juga: Kominfo Bakal Blokir Game yang Tak Punya Badan Hukum di Indonesia
Pada forum tersebut, Yudistira yang diundang khusus untuk memperluas dan mempertajam wawasan para praktisi hukum di negara-negara Asia, menyampaikan gagasan tentang bagaimana mengantisipasi tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh ekosistem esports, seiring dengan perkembangan teknologi.
Tantangan tersebut mencakup regulasi, isu-isu pelanggaran, serta integritas pemanfaatan teknologi dalam esports, termasuk bug exploits yang mengarah kepada kategori e-doping.
“Indonesia dinilai terdepan dalam infrastruktur hukum yang mengatur olahraga elektronik. PB ESI dinilai memiliki peranan penting dalam pembentukan tren-tren kebijakan ekosistem esports dan olahraga elektronik di masa depan," ujar Yudistira, dalam keterangannya kepada Indogamers.com, Senin, (29/1).
Baca Juga: Profil Elsa Japasal, BA AURA Esports yang Dikabarkan Dekat dengan Alam Ganjar
e-Doping, Jadi Isu Baru yang Penting untuk Diantisipasi pada Cabor Esports
Terminologi e-doping sendiri dicetuskan untuk kali pertama oleh Sekretaris Jenderal PB ESI, Frengky Ong pada saat pertandingan final nomor Valorant di cabang esports pada perhelatan SEA Games ke-32 Kamboja 2023 beberapa waktu lalu.
Terminologi tersebut mencuat sebagai respon atas dugaan adanya eksploitasi bug pada pertandingan tersebut.
Atas insiden tersebut, Indonesia menjadi negara yang menyerukan dengan tegas untuk diberlakukannya regulasi mengenai larangan penyalahgunaan bug dan menyebut bahwa tindakan tersebut setara dengan penggunaan doping yang melanggar nilai-nilai integritas serta sportivitas pada olahraga esports.
Selanjutnya, istilah e-doping menjadi terminologi resmi yang digunakan oleh penyelenggara cabor esports Asian Games ke-19, Hangzhou, Tiongkok, dalam aturannya melarang atlet untuk melakukan eksploitasi teknologi atau bug dengan tujuan meningkatkan performa secara tidak berintegritas, berlaku curang dan tidak sportif.