Perjalanan Studio Gim Lokal Agate, Dulu Penghasilan Rp 50 ribu Per Bulan Kini Merambah Pasar Dunia

Agate sebagai salah satu studio gim asli Indonesia kini telah mulai merambah pasar gim global. Seperti apa kira-kira perjuangan Agate dari awal berdiri hingga bisa bersaing dengan studio gim mancanegara seperti sekarang?

IDGS, Rabu, 17 November 2021 - Agate adalah perusahaan pengembang gim (game developer) asal Bandung yang didirkan pada tahun 2009 dan telah mengekspor gim-gim buatannya ke pasar global.

Hal itu disampaikan oleh CEO sekaligus Co-founder dari PT Agate Internasional, Arief Widhiyasa kepada Kompas.com.

"Kami ekspor (video gim) hampir ke semua negara. Paling laku di Amerika Utara, Eropa, dan East Asia, 90 persen penghasilan dari negara-negara tersebut," ujar Arief kepada Kompas.com di Bandung, Rabu (17/11/2021).

Meski Arief enggan membeberkan detail nilai ekspor yang dihasilkan Agate, ia memastikan angkanya cukup untuk menghidupi semua orang di studio gim yang kini berkantor di sebuah gedung megah di lokasi elit Summarecon Bandung.

Mengambil inspirasi dari negeri sendiri

Prestasi Agate sebagai salah satu studio gim lokal tersukses di Indonesia tidak diraih dengan mudah. Apalagi mengingat bahwa Agate didirikan saat Arief masih berstatus mahasiswa. Total, ada 18 orang yang bersama-sama mendirikan Agate, termasuk Arief, di mana mereka bertemu pertama kalinya pada Oktober 2007 melansir laman Wikipedia Agate.

 

Arief Widhiyasa, CEO dan Co-founder Agate. (Agate.id)

"Dulu pas mulai masih mahasiswa. Mahasiswa punya punya cita-cita miliki industri game. Penghasilan Rp 50.000 per bulan, cukup untuk satu dus mie instan," kenangnya sambil tertawa.

Pada masa awal berdiri, Arief mengaku menggunakan metode ATM (amati, tiru, modifikasi) dengan bahan baku inovasi bersumber dari inspirasi. Sayangnya metode ini tidak membuahkan hasil.

Setelah menghabiskan delapan tahun untuk riset, Arief menyadari bahwa Indonesia sendiri merupakan sumber dari inspirasi tak terbatas dengan beragam kultur serta bangsa yang heterogen.

"Sumber inspirasinya malah dari kehidupan nyata, dan kita pelajari itu belakangan," beber Arief.

Dengan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni serta negara sendiri sebagai sumber inspirasi yang begitu kaya, Arief optimis bahwa Indonesia bisa mengejar ketertinggalan di industri pengembangan gim. Perlahan namun pasti, gim-gim produksi Agate mulai menembus pasar internasional.

Apalagi videi gim tidak hanya untuk hiburan saja, namun juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran dan simulasi.

Apresiasi dukungan pemerintah

Arief juga berharap dukungan berkelanjutan dari pemerintah agar pengembang gim lokal bisa menjadi kebanggaan Indonesia.

"Dukungan pemerintah sangat diharapkan untuk bisa memajukan industri game lokal agar mampu tumbuh menjadi kebanggaan nasional," kata Arief.

Untuk itu, ia menyambut baik Piala Presiden Esports 2021. Bahkan bila masih muda, Arief bilang ia pasti akan ikut berkompetisi pada ajang tersebut.

Perjalanan Agate

18 pendiri Agate yang bertemu pada tahun 2007 memutuskan membuat gim tanpa budget. Tanpa pengalaman membuat gim sebelumnya, gim pertama buatan mereka kurang sukses dan ditinggalkan.

Belajar dari pengalaman, tim tersebut kemudian mencoba membuat gim untuk kompetisi Dream Build Play dari Microsoft yang berjudul Pontporon!. Gim tersebut kemudian dipamerkan di Indonesia Game Show 2008 dan memberi harapan baru bagi tim mahasiswa tersebut untuk memulai perusahaan pengembang video gim. Lahirlah Agate pada 1 April 2009.

Pada masa awalnya, Agate berfokus pada flash game sebelum kemudian berpindah ke advergames serta service games pada 2010. Di tahun yang sama, Agate merger dengan studio gim lainnya bernama Lucidrine yang sebelumnya mengerjakan beberapa flash game populer seperti Valthirian Arc yang kini masih menjadi proyek berkelanjutan Agate.

Agate kemudian melebarkan sayap pada 2011 dengan membuka Agate Jogja di kota Yogyakarta, Jawa Tengah, serta membuka divisi penerbit gim sekaligus bekerjasama dengan Chillingo. Di tahun yang sama, Agate mulai mengembangkan video gim untuk platform konsol untuk pertama kalinya serta mencoba ke ranah gim-gim sosial berbasis browser.

https://youtu.be/hP3xMieT4FI

Salah satu gim yang dirilis Agate untuk Android, Code Atma. 

Pada 2012, Agate memulai bisnis penerbitan gim pihak ketiganya di saat gim Football Saga kreasinya mencapai puncaknya dengan 58 ribu pemain bulanan dan 10 ribu pemain harian aktif. Di tahun yang sama, Agate menjadi perwakilan pertama bagi Indonesia dalam salah satu pameran gim terbesar di dunia, Tokyo Game Show.

https://youtu.be/a65_IFPZJcE

Gim bergenre JRPG yang dirilis Agate, Celestian tales: Realms Beyond. 

Tahun 2013, Agate turut andil dalam mendirikan Asosiasi Game Indonesia (AGI). Setahun kemudian, Agate menjalin kerjasama dengan pengembang gim raksasa asal Jepang, Square Enix, untuk menerbitkan dan melokalisasikan gim Sengoku IXA ke Indonesia.

Pada 2016, Agate berhasil mengamankan pendanaan senilai USD 1 juta (Rp 14,251 miliar) dari Maloekoe Ventures. Agate kemudian mengembangkan bisnisnya dengan lebih serius hingga ke mancanegara, terutama di Asia Tenggara.

Di tahun 2017, Agate menjalin kerjasama dengan perusahan telekomunikasi terbesar di Indonesia, Telkom. Selain itu perusahaan ini juga bertambah total jumlah karyawannya, mencapai 45 persen lebih banyak dari tahun sebelumnya.

https://youtu.be/HIDgYNY96kc

Tirta, gim terbaru yang akan dirilis Agate. 

Tahun 2018, Agate merilis seri ketiga dari franchise gim andalannya, Valthirian Arc, berjudul Valthirian Arc: Hero School Story yang dirilis untuk PS4, Nintendo Switch, dan PC serta diterbitkan oleh penerbit asal Inggris, PQube.

Di tahun 2019, Agate bekerjasama dengan PT Melon Indonesia untuk menciptakan Oolean, suatu program untuk membangun ekosistem gim lokal.

 

(Stefanus/IDGS)


Sumber: Kompas.com/Wikipedia

Foto fitur: Agate.id

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI