Cuan Habis! Meski Dihujat Habis-habisan, Diablo Immortal Raup Pendapatan Hingga Miliaran Rupiah per Harinya

Meski mendapat banjir kritik dan review-bombing karena monetisasi yang gila-gilaan, Diablo Immortal masih tetap stonk dengan meraup pendapatan mencengangkan per harinya. 

IDGS, Rabu, 6 Juli 2022 - Gim yang sempat mendapat predikat gim PC dengan skor rating terburuk di Metacritic ini dilaporkan meraup lebih dari US$ 1 juta per harinya sejak pertama kali diluncurkan pada 2 Juni 2022.

Melansir laporan Mobilegamer.biz yang merujuk pada data dari AppMagic, gim besutan Blizzard ini telah diunduh 6,85 juta kali pada pekan pertama sejak rilis. Pada 3 Juli, angka itu membengkak menjadi 10,35 juta unduhan. Dan meskipun dikritik tajam karena monetisasinya yang disebut-sebut "memangsa gamer-gamer rawan kecanduan bermain video gim", nyatanya Diablo Immortal sanggup mencetak total pendapatan mencapai US$48.988.970 atau sekitar Rp 735 miliar dalam 30 hari sejak dirilis, menurut data dari AppMagic.

 

(Blizzard)

Bahkan gim spin-off dari serial Diablo ini sempat mencatatkan pendatan hingga US$ 2,4 juta atau sekitar Rp 36 miliar dalam sehari, tepatnya pada 11 Juni 2022.

Harap diingat bahwa jumlah tersebut tidak menyertakan pendapatan DIablo Immortal versi PC. Dan bahwa data dari MagicApp menunjukkan jumlah pendapatan setelah dipotong oleh Apple dan Google.

Diablo Immortal melalui jalan yang terjal sejak pertama rilis karena skema monetisasinya yang dianggap predator uang bagi orang-orang yang kecanduan video gim. Perhitungan uang yang harus dihabiskan untuk memaksimalkan karakter dan perlengkapannya memicu caci maki dan hujatan dari berbagai pihak, dan seorang streamer yang telah menghabiskan begitu banyak uang juga namun tak juga memperoleh item yang ia inginkan menjadi bukti lain bagaimana ganasnya monetisasi dalam Diablo Immortal.

 

(Blizzard)

Meski ada juga para gamer yang menyatakan menikimati bermain Diablo Immortal, namun mayoritas dari mereka mengakui bahwa monetisasi dan drop-rate dari loot box gim tersebut sangat absurd dan dari pantauan Indogamers, mereka bisa menikmati Diablo Immortal karena tidak terlalu peduli untuk mempercepat progress mereka di dalam gim, alias mereka adalah pemain free-to-play atau mild spender.

Diablo Immortal sendiri batal dirilis di beberapa negara dengan hukum yang mencekal skema monetisasi loot box (legislasi anti-loot box) seperti Belanda dan Belgia.

Monetisasi ganas dalam video gim seperti menangkap ikan dengan peledak

Pada kenyataannya, Blizzard masih meraup untung besar berkat Diablo Immortal, menunjukkan bahwa masih ada gamer-gamer yang tetap mengucurkan banyak uang demi merasakan kepuasan "berada di atas" banyak gamer lain dalam suatu video gim. Fenomena ini tentu mengecewakan bagi penggemar video gim seperti saya karena hal itu akan memberi insentif lebih bagi publisher maupun pengembang video gim untuk tetap melanjutkan skema monetisasi ganas di gim-gim mereka berikutnya.

Cepat atau lambat, skema monetisasi ganas ini menurut saya akan menjadi masalah sosial yang bisa berperan cukup besar dalam kerusakan pada tatanan sosial masyarakat jika terus berlanjut. Buktinya, beberapa negara dengan pemimpin-pemimpin rasional sudah mengesahkan hukum anti-loot box hingga memaksa gim-gim seperti Diablo Immortal batal rilis di sana atau harus mengubah skema monetisasinya jika masih ingin rilis di negara-negara tersebut.

 

(Blizzard)

Dan jika stigma masyarakat luas terhadap video gim terus menukik tajam akibat monetisasi ganas yang menimbulkan kasus-kasus adiktif akut serta kerugian finansial karena perilaku impulsif para pemainnya, maka hal itu dapat mengancam kelangsungan dari industri video gim itu sendiri ke depannya. Mirip seperti skema menangkap ikan menggunakan peledak yang memang lebih efektif namun merusak ekosistem terumbu karang dan laut di mana dampaknya akan sangat terasa di masa depan.

Bukan berarti saya melarang publisher dan developer gim untuk meraih keuntungan, namun akan lebih baik apabila video gim, khususnya gim online, memiliki stigma yang lebih positif di mata masyarakat luas dan dipandang sebagai hal bermanfaat, bukan sebagai obyek kecanduan maupun sarana penguras uang gamer yang kurang memiliki kendali dalam menghabiskan uang.

Dota 2 dan beberapa gim online lainnya sudah membuktikan bahwa murni mengandalkan item-item kosmetik yang tidak berpengaruh dalam gameplay secara teknis adalah skema monetisasi yang ramah, bisa diterima, dan sustainable. Final Fantasy XIV menerapkan skema monetisasi klasik pay-to-play yang fair karena perusahaan tetap memperoleh pendapatan dan pemain memiliki kesempatan yang tak terlalu jauh berbeda dengan pemain lainnya dalam menjadi yang terbaik di dalam gim, setidaknya tidak terpatok oleh seberapa banyak uang yang harus dikeluarkan.

 

(Stefanus/IDGS)

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI