Ransomware WannaCry beberapa hari belakangan ini menjadi ramai di dunia, termasuk juga di Tanah Air. Banyak orang yang berspekulasi tentang virus ini adalah virus yang dibuat oleh Microsoft sendiri agar pengguna segera beranjak ke Windows yang paling terbaru. Lalu bagaimana pendapat Microsoft sebagai sang pembuat sistem operasi tersebut?
Seperti yang dilansir dari laman LA Times, (15/5/2017), eksekutif dari Microsoft, Brad Smith, justru mengkritisi secara tajam intelijen Amerika Serikat yang dianggap memiliki peran dalam penyebaran virus Ransomware WannaCry tersebut.
Smith mengibaratkan kasus serangan malware ini mirip dengan kasus pencurian misil Tomahawk dari militer Amerika Serikat. Ini adalah sebuah kelemahan dalam sistem operasi (vulnerability) oleh pemerintah yang bisa menjadi masalah.
Smith bahkan menambahkan bahwa virus Ransomware WannaCry dibuat dengan menggunakan tools yang dimiliki oleh badan intelijen Amerika Serikat, NSA. Serangan ini menurut Smith menggambarkan hubungan yang mengkhawatirkan antara dua bentuk ancaman cyber yang paling mengerikan dari dua kubu yaitu aksi negara dan organisasi kriminal.
Tools tersebut dicuri dan disebarkan oleh kelompok hacker Shadow Broker pada bulan April kemarin. Celah keamanan yang dieksploitasi oleh WannaCry lebih dikenal dengan istilah Eternal Blue. Dari penyebaran ini, maka virus tersebut dikembangkan menjadi Ransomware.
Microsoft sendiri sebenarnya merilis update pada bulan maret untuk mengisi celah keamanan pada sistem operasinya. Hanya saja NSA ternyata tetap mengeksploitasi kelemahan tersebut dan menjadikan itu sebagai sarana untuk memata-matai.