Carlo "Kuku" Palad (kiri) dan Rolen Andrei Gabriel "Skemberlu" Ong yang dilarang tampil dalam Chongqing Major Januari 2019 mendatang. (Foto: dexerto.com)
Berawal dari kalimat rasis
IDGS, 27 November 2018 - Pada awal tahun ini, dua pemain profesional Dota 2 asal Filipina, Carlo "Kuku" Palad (TNC Predator) dan Rolen Andrei Gabriel "Skemberlu" Ong (compLexity) menggunakan bahasa yang dianggap menghina untuk mendeskripsikan para pemain Cina. Perbuatan mereka itu tidak lantas menghilang begitu saja, malah membuat kegaduhan besar di komunitas Dota 2 bahkan dunia eSports di penjuru Bumi.
Para gamer asal Cina pun langsung membanjiri Valve dengan pendapat-pendapat negatif akan perbuatan Kuku dan Skem serta meminta Valve untuk turun tangan menghukum mereka berdua. Akan tetapi, Valve dikenal tidak pernah ikut campur dalam permasalahan internal tim karena hal ini bisa dianggap merusak persaingan yang sehat dalam kompetisi Dota 2.
Sebaliknya, Valve merilis pernyataan yang pada intinya berharap agar semua gamer profesional untuk bisa memenuhi standar dari komunitas dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang diserukan Valve dan menjawab ekspektasi yang dibebankan pada mereka.
25, 2018It is our best interest to educate our players to own up on their mistakes, take full responsibility and correct their wrong actions. To clarify the term "penalty/fine" we posted last time, 50% of Kuku's winnings from KL Major, Chongqing Major (if we qualify) 1/4
— TNC Predator (@TNCPredator)
25, 2018As for the beneficiary, we are committed in giving assistance to the Chinese community.
— TNC Predator (@TNCPredator)
We will be asking help from some Chinese people whom we know to help us find the right person/group to help. We will keep everyone updated.
3/4
Kedua pemain Filipina tersebut telah mendapatkan hukuman dari tim masing-masing, di mana Kuku dikabarkan menerima "pinalti maksimal" dari TNC Predator sedangkan Skem sekarang berstatus pemain non-aktif setelah dilengserkan dari roster compLexity dan dikabarkan tengah mencari tim baru, dengan catatan jika ada tim yang masih mau menampungnya.
Campur tangan pemerintah membuat masalah semakin runyam
Namun yang membuat masalah ini menjadi meledak dan lebih parah adalah ikut campurnya pemerintahan kota Chongqing, yang melarang kedua pemain tersebut untuk ambil bagian dari Chongqing Major Januari 2019 mendatang. Hal ini dikonfirmasikan oleh Direktur dari Team Secret, Matthew Balley.
24, 2018It's not a rumor. Skemberlu and Kuku are both banned from attending the Chongqing Major. Col and TNC were both contacted prior to the event and were asked if they wanted to kick the players.
— Matthew Bailey (@Cyborgmatt)
There is still a chance that this ban can be extended and block them from attending TI9.
Mantan pemain compLexity, Jacky "EternalEnVy" Mao juga angkat suara mengenai kebenaran hukuman tersebut
24, 2018It’s not a rumour. Skem n Kuku are most likely going to get banned. Personally don’t feel like they deserve such a harsh punishment if they don’t have malicious intent in what they have said
— EternaLEnVy (@EternaLEnVy1991)
Sementara, caster dan analist Dota Jack "KBBQ" Chen mengeluarkan pernyataan di akun Twitternya, bahwa event organizer dari Chongqing Major, Starladder, juga telah dihubungi oleh pemerintahan kota Chongqing dan memberitahukan bahwa event tersebut tidak bisa dihadiri oleh Kuku dan Skem.
24, 2018it's not a rumor, the municipal government met to discuss after outrage and anger grew over what people in China felt was an inadequate or delayed response and reportedly came to the organizer saying: "this event cannot have these two players"
— Jack Chen (@KBBQDotA)
Reaksi keras dari komunitas
Merespon hukuman berat yang diterima Kuku dan Skem, banyak anggota dari komunitas gamer profesional, dari caster hingga sesama pemain profesional, turun tangan untuk meredam kisruh tersebut, menyesalkan kata-kata yang digunakan kedua pemain itu namun juga menjelaskan bahwa komunitas gamer memang telah lama dihantui oleh masalah rasis serta kekerasan. Kasus Kuku dan Skem, menurut beberapa pihak, adalah kesempatan untuk menghadapi masalah rasialisme tersebut secara terang-terangan agar bisa segera move on. (Stefanus/IDGS)