INDOGAMERS.COM - Pada umumnya, doping dikenal sebagai tindakan melawan hukum penggunaan obat-obatan yang berpotensi meningkatkan performa seorang atlet atau mengandalkan tindakan medis untuk meningkatkan performa fisik dan mental seseorang.
Sehingga, World Anti-Doping Association (WADA) menganggap doping sebagai sebuah upaya curang yang bertentangan dengan integritas dan nilai intrinsik sebuah olahraga yaitu sebuah standar yang memastikan para atlet bertanding secara adil dan setara.
Begitu bahayanya aksi doping ini, dalam kompetisi olahraga konvensional melarangnya secara tegas dan telah menetapkan konsekuensi berat untuk si pengguna doping.
Contoh, atlet sepeda Lance Armstrong dilucuti 7 rekor gelar Tour de France yang dimilikinya dan didiskualifikasi seumur hidup. Ben Johnson, pelari cepat asal Kanada dilucuti medali emasnya dari Seoul Olympics 1998. Dari Indonesia sendiri, perenang Indra Gunawan terkena hukuman larangan tanding selama dua tahun oleh Federation internationale de Natation (FINA) akibat tindakan doping.
Baca Juga: Gawat! Integritas dan Isu E-Doping Mengemuka di Forum Games of Strategies
Nah, kini di dunia e-Sport sudah dicuatkan istilah e-Doping. Apa itu e-Doping?
Terminologi e-doping sendiri dicetuskan untuk kali pertama oleh Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI), Frengky Ong, pada saat pertandingan final nomor Valorant di cabang esports pada perhelatan SEA Games ke-32 Kamboja 2023 beberapa waktu lalu.
Terminologi tersebut mencuat sebagai respon atas dugaan adanya eksploitasi bug pada pertandingan tersebut.
Atas insiden tersebut, Indonesia menjadi negara yang menyerukan dengan tegas untuk diberlakukannya regulasi mengenai larangan penyalahgunaan bug dan menyebut bahwa tindakan tersebut setara dengan penggunaan doping yang melanggar nilai-nilai integritas serta sportivitas pada olahraga esports.
Selanjutnya, istilah e-doping menjadi terminologi resmi yang digunakan oleh penyelenggara cabor esports Asian Games ke-19, Hangzhou, Tiongkok, dalam aturannya melarang atlet untuk melakukan eksploitasi teknologi atau bug dengan tujuan meningkatkan performa secara tidak berintegritas, berlaku curang, dan tidak sportif.
Terminologi baru e-doping ini menjadi isu utama yang diangkat dalam pembahasan para pakar hukum di Kawasan Asia pada gelaran Games of Strategies: The Legal Frontiers of Technology in Sports yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia.
Ini adalah forum yang diselenggarakan oleh Asian International Arbitration Centre (AIAC), sebuah institusi dibawah naungan Alternatively Dispute Resolution (ADR). Forum ini melibatkan pakar hukum di Kawasan Asia sebagai pembicara, termasuk Yudistira Adipratama, S.H., LL.M., Kabid Hukum dan Legalitas Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI).
Baca Juga: Kominfo Bakal Blokir Game yang Tak Punya Badan Hukum di Indonesia
Pada forum tersebut, Yudistira yang diundang khusus untuk memperluas dan mempertajam wawasan para praktisi hukum di negara-negara Asia menyampaikan gagasan tentang bagaimana mengantisipasi tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh ekosistem esports seiring dengan perkembangan teknologi.
Tantangan tersebut mencakup regulasi, isu-isu pelanggaran, serta integritas pemanfaatan teknologi dalam esports, termasuk bug exploits yang mengarah kepada kategori e-doping.
“Indonesia dinilai terdepan dalam infrastruktur hukum yang mengatur olahraga elektronik. PB ESI dinilai memiliki peranan penting dalam pembentukan tren-tren kebijakan ekosistem esports dan olahraga elektronik di masa depan," ujar Yudistira dalam keterangannya kepada Indogamers.com, Senin, (29/1).