Team Spirit Ungkap Pengorbanan Mereka Demi Menjuarai The International 10

Kisah luar biasa Team Spirit dari tim yang tidak diperhitungkan hingga menjadi juara dengan mengalahkan tim paling difavoritkan di TI 10 mengguncang tak hanya dunia Dota 2, namun eSports secara keseluruhan. 

IDGS, Sabtu, 23 Oktober 2021 - Meski roster mereka masih terhitung muda, di mana sang carry Illya "Yatoro" Mulyarchuk bahkan masih berusia 18 tahun, Team Spirit kini telah mengukuhkan diri sebagai legenda di sejarah eSports, sejajar dengan OG Esports di mana kedua tim sama-sama tidak diperhitungkan bisa melangkah jauh, namun keluar sebagai juara The International.

Uniknya, kedua tim itu sama-sama menjadi legenda dengan mengalahkan tim yang sama. OG mengalahkan PSG.LGD di grand final TI8 dengan skor akhir 3-2, sedangkan Team Spirit juga mengalahkan PSG.LGD di grand final TI 10 juga dengan skor akhir 3-2.

Baru-baru ini dalam sebuah wawancara di Evening Urgant program talk show di Rusia, Team Spirit yang dihadiri oleh seluruh rosternya, lalu dua manajer serta coach, menceritakan pengorbanan apa saja yang mereka berikan demi meraih sesuatu yang sebelumnya tampak mustahil.

 

https://youtu.be/THAVrd-6i1o

 

Perjuangan masuk TI 10

Yang paling pertama dibahas tentunya adalah perjuangan Team Spirit bisa masuk ke TI 10. Karena hanya nangring di peringkat 14 dari klasemen akhir musim DPC 2021, maka Team Spirit tidak mendapat jatah lolos otomatis sehingga harus berjuang lewat kualifikasi terbuka di wilayah CIS di mana mereka akhirnya lolos setelah mengalahkan Team Empire 3-2 di grand final.

"Rintangan di jalur menuju TI 10? Tentunya rintangan terbesar adalah kualifikasi di mana kami harus bermain tak lama saat masih kelelahan akibat bootcamp.Karena pandemi COVID-19, kami terkurung bersama di ruangan sempit dan hanya berlatih tanpa ada selingan dari Dota 2. Lalu kami bermain di Major di Kyiv dan hanya punya waktu seminggu istirahat sebelum kualifikasi dimulai dan jujur saja, kami sangat kelelahan, benar-benar lelah," ungkap Airat "Silent" Gaziev, pelatih dari Team Spirit.

"Kami benar-benar memaksakan diri, baik fisik maupun moral hanya untuk bermain dan itu adalah alasan kenapa kami tidak bisa menunjukkan penampilan terbaik kami di kualfikasi, namun untungnya kami berhasil melewatinya," tambahnya.

 

Team Spirit saat menghadiri talk show Rusia Evening Urgant. (Twitter Team Spirit)

Jauh dari teman dan kekasih

Soft support Team Spirit, Mirslaw "Mira" Kolpakov menjelaskan rintangan terbesar lainnya bagi dirinya serta rekan-rekannya dalam perjuangan mereka meraih trofi Aegis. Dedikasi membuat mayoritas waktu mereka dihabiskan di bootcamp, yang berarti jauh dari teman-teman di luar Dota 2 serta jauh dari kekasih.

"Saya kira hal yang paling jelas harus kami korbankan adalah kehidupan pribadi kami. Kami menghabiskan mayoritas waktu kami di bootcamp untuk mempersiapkan diri menghadapi liga, event, maupun TI sendiri. Secara keseluruhan mengorbankan kehidupan pribadi adalah pengorbanan terbesar yang kami berikan. Memang ada hal lain yang kami korbankan, seperti hobi atau waktu luang di mana kami bisa melakukan apa yang ingin kami lakukan namun itu tidak terlalu masalah. Hanya saja tanpa teman, tanpa kekasih adalah rintangan terbesar," aku Mira.

Magomed "Collapse" Khalilov yang jadi terkenal berkat permainan memukaunya menggunakan Magnus bagi Team Spirit juga setuju dengan pendapat Mira.

"Dibutuhkan banyak waktu dan usaha untuk bisa jadi lebih baik di gim ini (Dota 2). Saya pikir setiap anggota kami telah menghabiskan 15 ribu-20 ribu jam bermain. Artinya setiap anggota kami telah menginvestaiskan banyak waktu, emosi, dan usaha untuk sampai di sini (juara TI 10), untuk mencapai target yang kami canangkan sebelum terjun ke sana," tambah Collapse.

Seperti menjuara Liga Champions Eropa

Salah satu manajer Team Spirit, Dmitry "Korb3n" Betov mengibaratkan keajaiban yang dicetak timnya di TI 10 seperti melihat klub sepakbola profesional asal Rusia menjuarai Liga Champions Eropa. Sekedar info, Liga Champions Eropa (UEFA Champions League) adalah event sepakbola terbesar dan terpopuler di level klub Eropa, di mana hingga kini belum ada satupun klub asal Rusia yang berhasil menjuarainya.

"Saya kira kemenangan kami di TI 10 bisa dibandingkan dengan klub sepakbola Rusia menjuarai Liga Champions Eropa. Perbedaannya hanyalah jenis olahraganya saja. Namun membicarakan skala dari Liga Champions dan strukturnya, saya hanya bisa membandingkan prestais kami seperti menjuarai Liga Champions," kata Korb3n.

Ingin juara di hadapan penonton langsung

Mid laner Team Spirit, Alexander "TORONTOTOKYO" Khertek yang di Indonesia kerap disamakan dengan sosok Dr. Tirta karena kemiripan wajah mereka, menyampaikan bahwa ia ingin kembali menjuarai The International hanya saja kali ini dengan penonton yang berada langsung di venue.

 

Team Spirit saat menjuarai TI 10. (Valve)

"Dengan penonton nyata, maka kemenangan di TI 10 akan jadi cerita berbeda. Beberapa pihak menyebut kami sebagai 'tim rakyat' kami kami memiliki banyak sekali penggemar berdedikasi yang selalu mendukung kami dan melihat mereka setiap kali kami keluar dari booth pemain, mendengarkan jeritan dan nyanyian mereka, hal itu akan mengisi kami dengan energi. Dan tujuan kami yang berikutnya adalah memenangkan TI di depan penonton langsung dan kami harap kami bisa melakukannya tahun depan," ungkap TORONTOTOKYO.

 

(Stefanus/IDGS)

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI