Indogamers.com - Isu publisher game wajib berbadan hukum di Indonesia sedang ramai diperbincangkan netizen khususnya para gamers.
Tidak terkecuali, pelaku industri game yang selama ini berjuang keras untuk membuat permainan video yang bisa berbicara banyak di kancah global. Menurut Kris Antoni (CEO Toge Productions) wacana dari Kominfo tersebut dinilai tidak efektif dan malah bakal menghambat kemajuan game lokal.
Akan tetapi di sisi lain, Asosiasi Game Indonesia (AGI) mengatakan bahwa rumor tersebut hanya salah paham. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Ketua AGI Cipto Adiguno menanggapi polemik publisher game wajib mendirikan PT.
Baca Juga: Sejarah Perjalanan Counter-Strike, Game FPS yang Digilai Jutaan Penggemar di Dunia
"Mungkin dikutip keliru atau Pak Semmy (Semuel Abrijani Pangerapan) keliru bicara. Tapi aturan tentang kewajiban badan hukum sama sekali belum di-submit ke Kemenkum Ham, masih tahap diskusi dan perancangan," kata Cipto dikutip dari Instagram @c.adiguno pada Selasa, 30 Januari 2024.
Asosiasi Game Indonesia menegaskan bahwa mereka telah bertemu dari pihak Kominfo untuk mendiskusikan isu panas tersebut.
Menurutnya, saat ini Permenkominfo yang ditakutkan belum diketok palu, masih dalam tahap diskusi, serta belum diteruskan ke pihak KemenkumHAM.
Baca Juga: Gawat! Integritas dan Isu E-Doping Mengemuka di Forum Games of Strategies
"Dalam aturan tersebut, tidak ada pengaturan publisher wajib berbadan hukum atau berbadan hukum di Indonesia. Kalaupun ada wacana tersebut, hanyalah suatu ide dan proposal yang masih dalam tahap diskusi dengan para pelaku industri," tambahnya.
Adapun rencana Kominfo untuk mewajibkan publisher game berbadan hukum di Indonesia, didasari atas keresahan pemerintah yang ingin memperketat aturannya.
Dalam kata lain, perusahaan publisher game harus berbadan hukum di Indonesia agar bisa memberikan dampak positif untuk negara khususnya dari sisi ekonomi.
Baca Juga: Gameplay Counter-Strike 2 dan Panduan Mainnya untuk Tempur Penuh Strategi
Akan tetapi, wacana itu mendapat perlawanan dari para pelaku industri game yang justru menilainya sebagai langkah untuk menghambat kemajuan.***