Indogamers.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) memblokir game online yang terbukti memberikan dampak buruk terhadap anak.
Pernyataan itu disampaikan Komisioner KPAI Kawiyan pada Senin, 8 April 2024 untuk menyikapi kasus pornografi anak yang berawal dari mabar game online.
Kronologi Kasus Pornografi Anak yang Berawal dari Mabar Game Online
Kasat Reskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta Kompol Reza Pahlevi mengatakan bahwa pihaknya telah menangkap dan menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Adalah MA, AH, KR, NZ, dan HS.
Dalam kasus ini, HS memiliki peran penting dalam mencari anak di bawah umur untuk membuat konten pornografi.
Baca Juga: Kominfo Tanggapi Desakan KPAI Soal Game Online yang Mengandung Kekerasan, Bakal Blokir Lagi?
HS mencari korban lewat media sosial. Dia masuk ke grup-grup komunitas, seperti komunitas Free Fire dan Mobile Legends.
Pelaku kemudian mengajak mabar korban. Lalu mendekati korban dengan memberikan gift ataupun skin.
Pelaku pun tidak sungkan untuk menyambangi kediaman korban dan berkenalan dengan orang tuanya.
"Setelah kepercayaan dari orang tua anak korban diperoleh, pelaku mulai mengiming-imingi para anak korban sejumlah uang yang besarannya cukup menggiurkan bagi anak-anak seusia anak korban dengan satu syarat, yaitu anak korban bersedia untuk diajak melakukan adegan intim dan direkam," tutur Reza di Tangerang, Sabtu, 24 Februari 2024 sebagaimana dikutip Indogamers.com dari cnnindonesia.com.
Baca Juga: KPAI Desak Kominfo Blokir Game yang Memuat Unsur Kekerasan
Video pornografi yang dibuat pelaku dijual 50 Dolar Amerika sampai dengan 100 dolar Amerika kepada kliennya di luar negeri.
Mereka juga menjual video pornografi anak kepada kliennya di Indonesia seharga Rp100 ribu - Rp300 ribu.
"Tersangka HS dalam perkara ini telah mendapat keuntungan kurang lebih hingga Rp100 juta."
Para pelaku disangkakan melanggar Pasal 82 Ayat (1) jo Pasal 76E UU 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perppu 1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU.
Baca Juga: Klarifikasi Kominfo Soal Larangan Jual Paket Internet Dibawah 100 Mbps
Kemudian Pasal 65 ayat KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 52 ayat (1) UU ITE jo Pasal 65 ayat 1 KUHP atau Pasal 2 Ayat (1) UU 21/2007 tentang Perdagangan Orang jo Pasal 65 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 29 UU 44/2008 tentang Pornografi jo Pasal 4 Ayat (1) dan (2) UU Pornografi jo Pasal 65 ayat 1.
Sementara para korban kini dalam perlindungan Dinas Sosial Jakarta Barat dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
KPAI Beri Respons Subjektif
Merespons itu, KPAI mendesak Kominfo bertindak tegas dengan mengeluarkan regulasi untuk membatasi anak-anak Indonesia menggunakan game online.
"Terutama game online yang menjurus kekerasan dan seksualitas," ucap Komisioner KPAI, Kawiyan di Jakarta, Senin, sebagaimana dikutip Indogamers dari Suara.com.
“Selain kasus di Soetta, ada kasus anak membunuh orang tuanya, semua berawal dari game online. Dan, masih banyak lagi kasus-kasus kriminal karena dampak dari game online," kata dia lagi.
Masih kata Kawiyan, game-game online yang beredar di Indonesia kini banyak yang mengandung unsur kekerasan, semisal game perang-perangan.
"Banyak dampak negatif bagi anak-anak kita, sekarang ini banyak anak-anak kita berkata kasar, seperti mampus, sialan karena kalah dan menang permainan game online. Sungguh sangat berbahaya game online itu bagi anak-anak kita," paparnya.
Tidak hanya itu, KPAI meminta perusahaan game ikut bertanggung jawab atas dampak buruk yang ditimbulkan ke anak-anak karena memainkan game-nya.
"Perusahaan game juga harus bertanggung jawab. Dampak buruknya sudah luar biasa, jadi pemerintah dan kita semua jangan anggap enteng masalah ini, ini sudah serius dan pemerintah harus mengeluarkan kebijakan khusus soal game-game online ini," tukasnya.
Kominfo Buka Suara
Pernyataan Kawiyan langsung ditanggapi Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi.
Menkominfo menegaskan bahwa pihaknya telah memiliki regulasi yang mengatur game online di Indonesia.
Dia menjelaskan, salah satu regulasi yang telah ada adalah klasifikasi game atau rating berdasarkan usia. Klasifikasi dibagi menjadi tiga bagian, yakni semua umur, remaja, atau dewasa.
"Gini loh kami kan sudah membuat regulasi untuk semua game online, membuat rating," tegas Menkominfo di Jakarta Pusat, Selasa.
Kendati begitu, Menkominfo mengingatkan agar publisher game menaati aturan.
"Kan bukan berarti melarang game online-nya, tapi publisher game-nya harus memberi rating, memberi tahu kalau ini untuk dewasa," tuturnya.
Fatwa tentang Game Online
Sebelum kasus itu mencuat, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh pernah mengeluarkan fatwa bahwa game peperangan haram untuk dimainkan.
MPU Aceh menilai game genre Battle Royale seperti PUBG (Player Unknown's Battlegrounds) dan sejenisnya adalah sebuah permainan interaktif elektronik dengan jenis pertempuran yang mengandung unsur kekerasan dan kebrutalan, mempengaruhi perubahan perilaku menjadi negatif.
"Hukum bermain game PUBG dan sejenisnya adalah haram," tulis Fatwa MPU Aceh Nomor 3 Tahun 2019 tentang Hukum Game PUBG dan Sejenisnya Menurut Fiqh Islam.
Perlu diketahui, ada banyak game jenis peperangan seperti PUBG yang beredar di Indonesia, diantaranya Free Fire, Call of Duty, Point Blank, Valorant, dan sebagainya.
Catatan:
Artikel dan judul telah diedit penulis atas pertimbangan redaksi.