Indogamers.com - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menggelar sesi Focus Group Discussion (FGD) ihwal perlindungan anak di dunia digital, Kamis, (13/2/2025).
Acara tersebut dihadiri berbagai pihak, di antaranya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Save the Children, dan UNICEF.
Selain itu, ada pula Indonesia Child Online Protection (ID-COP), Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dan akademisi serta praktisi pendidikan.
Diskusi mendalami Rancangan Peraturan Pemerintah Tata Kelola Pelindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (RPP TKPAPSE).
Berikut poin-poin penting yang dihasilkan, dirangkum dari siaran pers Komdigi pada Sabtu (15/2/2025).
1. Regulasi Ketat untuk Melindungi Anak
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Media Massa, Molly Prabawaty, menegaskan bahwa regulasi yang disusun harus lebih dari sekadar aturan teknis.
Aturan ini harus mencegah dampak negatif digital pada anak, seperti kecanduan teknologi dan paparan konten berbahaya.
“Kita tidak bisa hanya mengatur akses tanpa memastikan literasi digital yang memadai. Regulasi ini harus melindungi anak dari kecanduan teknologi dan konten negatif, sambil tetap mendorong pemanfaatan ruang digital yang sehat dan bertanggung jawab,” jelas Molly.
2. Pengawasan Ketat dan Kolaborasi Antar Lembaga
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menekankan regulasi ini harus diawasi ketat. Keberhasilan regulasi tidak hanya bergantung aturan, tetapi juga kolaborasi antara pemerintah, Kepolisian, KPAI, dan masyarakat dalam pengawasannya.
“Langkah Komdigi ini sangat kami dukung, tapi keberhasilannya bergantung pada pengawasan yang ketat."
"Kepolisian, KPAI, dan berbagai pihak harus berperan aktif dalam menangani risiko yang muncul di ruang digital bagi anak-anak,” ujar Ai Maryati.
Baca Juga: 7 Fakta Penting Industri Game Indonesia di World Expo 2025 Osaka
3. Regulasi Harus Sesuai Budaya Indonesia
Pakar Pendidikan, Itje Chodijah, menyebut kebijakan perlindungan anak tak bisa hanya meniru negara lain seperti Inggris, Australia, atau Jerman.
“Kita bisa belajar dari negara lain, tetapi tetap harus mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya Indonesia."
"Banyaknya kasus eksploitasi seksual pada remaja awal dan anak disabilitas di Indonesia menunjukkan bahwa kita perlu intervensi negara yang lebih kuat,” katanya.
4. Pembatasan Konten Berbahaya dan Penguatan Konten Positif
Ketua Umum PP HIMPSI, Andik Matulessy, menggarisbawahi bahwa tidak semua fitur digital cocok untuk anak-anak.
Harus ada pembatasan terhadap konten berbahaya, seperti:
Konten self-harm dan gangguan makan
Kekerasan dan cyberbullying
Radikalisme dan terorisme
Sebaliknya, ia menekankan bahwa platform digital harus menyediakan lebih banyak konten edukatif pendukung pembelajaran, memperkuat nasionalisme, dan mendorong aktivitas positif.
5. Identitas Digital untuk Akuntabilitas
Komisioner KPAI, Kawiyan, menekankan pentingnya kontrol identitas di dunia digital.
“Penggunaan nama akun sesuai KTP dapat menjadi bentuk pertanggungjawaban anak atas aktivitasnya di media sosial."
"Dengan identitas yang jelas, mereka akan berpikir dua kali sebelum terlibat dalam cyberbullying atau menyebarkan konten negatif,” tegasnya.
6. Regulasi Berorientasi pada Hak Anak
Perwakilan UNICEF, Cahyo, menekankan bahwa regulasi ini harus berbasis pada prinsip hak anak.
Negara-negara maju telah menempatkan kepentingan anak sebagai prioritas utama dalam perlindungan digital, dan Indonesia harus memastikan kebijakan ini tak bersifat diskriminatif.
“Kita harus memastikan bahwa keputusan yang dibuat berorientasi pada hak anak, agar mereka bisa tumbuh dengan aman di dunia digital,” kata Cahyo.
Baca Juga: 7 Fakta Penting di Balik Rekor Penjualan PS5 yang Sudah Mencapai 75 Juta Unit
7. Pembentukan Mekanisme Audit Digital
Salah satu hasil diskusi yakni usulan pembentukan mekanisme audit digital untuk mendeteksi pelanggaran sejak dini.
Pun, penguatan lembaga pengawas serta edukasi bagi orang tua dan tenaga pendidik dianggap sebagai langkah penting untuk memastikan regulasi diterapkan maksimal.
8. Peran Aktif Masyarakat dalam Perlindungan Anak
Ketua LPAI, Dr. Seto Mulyadi, menegaskan bahwa perlindungan anak di ruang digital bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat.
“Masyarakat harus berperan aktif dalam menciptakan ruang digital yang aman dan ramah bagi anak-anak."
"Jika kita tidak bertindak sekarang, kita membiarkan mereka tumbuh dalam lingkungan digital yang berbahaya,” ujarnya.
9. Komitmen Komdigi dalam Perlindungan Digital
Komdigi berkomitmen memperkuat tata kelola perlindungan anak di ruang digital melalui kolaborasi dengan berbagai pihak.
Regulasi komprehensif dan implementasi yang efektif diharap mampu menciptakan ruang digital yang aman bagi generasi muda Indonesia.***