Indogamers.com-Menteri Komunikasi dan Digital (Mekomdigi) baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang mengundang kontroversi, dengan menyebut game online bukanlah sebagai olahraga.
Dengan kata lain, e-sports yang selama ini dipertandingkan dan turut memberikan prestasi, kembali mengundang perdebatan.
"Kalau bagi saya, sport tetap perlu melibatkan juga giat-giat fisik, selain juga online. Saya nggak bilang online itu jelek, tapi tetap, kalau namanya sport, perlu ada giat fisiknya," ujar Meutya Hafid dalam video yang diunggah oleh Kompas TV pada Rabu (14/5), sebagaimana dikutip Indogamers, Minggu (24/5/2025).
Pernyataan Meutya disampaikan saat kunjungan ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9 Purwakarta.
Meutya menyampaikan pandangannya bahwa game online bukanlah olahraga karena tidak melibatkan aktivitas fisik.
Baca Juga: Menilik Pentingnya Kebugaran Atlet Esports di Lapangan yang Luput dari Perhatian
Jadi, menurut Meutya, namanya olahraga ya harus yang melibatkan aktivitas fisik. Seperti berlari, mengangkat beban, dan sejenisnya.
Pandangan dosen FIK UNY

Menjawab pertanyaan apakah e-sports sebagai olahraga atau bukan, Indogamers sempat mewawancarai Faidillah Kurniawan, Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Yogyakarta (FIKK UNY).
"Sekarang semua berbasis teori. Sekarang teori tentang olahraga telah berkembang, disesuaikan zaman," ujar Faidillah, menjawab pertanyaan tersebut.
"Kita bisa membandingkan pemaknaan olahraga di UU Keolahragaan Tahun 2005 dengan revisi terakhir tahun 2022. Di situ pemaknaannya sudah berbeda," jelas dia.
Dampak perkembangan teori, aktivitas semacam esports akhirnya bisa diterima sebagai olahraga.
"Akan tetapi, kalau dari sisi grand theory olahraga lama, itu (esports) belum bisa disebut olahraga," tegas dia.
Faidillah lantas bertanya, "perspektifnya mau pakai yang mana, yang dulu atau sekarang, dalam memaknai esports masuk olahraga atau bukan?"
Dari Segi Pemaknaan, Medium Esports jadi Salah Satu Sumber Perdebatan

Menurut Faidillah, medium esoprts andil dalam munculnya perdebatan ini.
"Sayang, memang di esports mediumnya video game. Kalau bayangan saya dulu, kenapa nggak betul-betul buat aktivitas fisik atau olahraga yang tak seberat olahraga tradisional, menggunakan moda teknologi," terang dia.
Baca Juga: Menilik Pentingnya Kebugaran Atlet Esports di Lapangan yang Luput dari Perhatian
Dalam sejarah olahraga populer, beberapa cabang olahraga sebenarnya memang hasil otak-atik dari olahraga yang sudah ada.
Faidillah mencontohkan, ada woodball, modifikasi dari golf, serta bola voli yang dalam sejarahnya merupakan modifikasi olahraga basketball.
Dosen FIKK UNY tersebut semula berharap, esports bisa memodifikasi cabor yang sudah ada, tapi diteknologikan, "semisal pakai VR atau bahkan lebih dari itu."
"Nah ini maksud saya, dulu sampai diklaim pro ke esports, di kala polemik pertama kali esports muncul."
"Karena yang dilihat tadi, belum bisa memilah dan memisahkan teknologinya," tegas dia.
Baca Juga: Meutya Hafid Sebut Game Online Bukan Olahraga, Sport itu Perlu Ada Giat Fisiknya
Mencari Jalan Tengah
Pemikiran tadi, bukan berarti Faidillah dulu pro dengan esports, melainkan dosen dari Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga UNY tersebut ingin cari jalan tengah atas polemik yang ada.
"Di satu sisi agar cabor tradisional bisa terima, tapi teman-teman modern juga bisa terima," tegas dia.
Faidillah lantas menjelaskan kalau video game sebagai medium esports memang memiliki beberapa kekurangan.
"Misal, catur dan bridge lawan masih konkret saling berhadapan, sementara di esports (video game) bukan, masuknya maya."
"Alhasil, kulminasi emosi antar dua tim nggak jelas, karena yang dihadapi teknologi, pasti ada kesenjangan," imbuhnya.
Menurut teori lama, aktivitas bisa dianggap sebagai sports atau olahraga bukan semata karena ada kompetisinya saja, tetapi ada hal lain yang mesti dipenuhi.
Baca Juga: Timnas Esports Indonesia Mulai Persiapan SEA Games ke-33, Ada 4 Cabang yang Dipertandingkan
Faidillah mempertanyakan, "bisa nggak, esports dibuat karakter unik dan khusus, nggak mutlak pakai moda video game?"
Itu semua jika dibahas dari segi pemaknaan - Faidillah soal polemik esports merujuk pada perbedaan teori lama dan terkini.
Adapun untuk saat ini, esports dengan medium video game sudah diakui oleh pemerintah lewat regulasi.
"Karena sudah diterima, secara legal formal, sudah ada klausul di undang-undang, ya sudah, saya tidak akan melanjutkan debat itu," ungkap dia.
Faidillah lebih memilih fokus ke masalah teknis di bidang kebugaran, khususnya aktivitas fisik untuk atlet esports.
"Sekalipun kita belum tahu akan seberapa lama eksisnya cabor ini," ungkap sosok asal Palembang tersebut.
Terkini Faidillah tengah menggarap penelitian jenjang S3 seputar kebutuhan literasi edukasi aktifitas fisik di kalangan atlet esports.
Pada 2019, dia juga sempat mempublikasikan riset tentang esports berjudul Esports dalam Fenomena Olahraga Kekinian.
Faidillah sudah mengajar di kampus selama nyaris 20 tahun dan mengamati esports sejak tahun 2007.***