Tanpa arahan dari Valve, panggung profesional Dota 2 di China mulai terperosok sedikit demi sedikit ke jurang kehancuran. 
IDGS, Jumat, 28 Agustus 2020 - Dengan eksistensi turnamen sebesar The International, sulit dibayangkan apabila Dota 2 akan ditinggalkan oleh Valve sebagai pengembang. Namun faktanya krisis di panggung eSports Dota 2 di China menyebabkan keraguan terhadap keseriusan Valve mengurusi game bergenre MOBA tersebut.Pernyataan mengejutkan CEO Team Aster
China merupakan salah satu basis terbesar dan terpenting bagi dunia Dota 2, terutama dari segi eSportsnya di mana tim-tim dari negeri Panda itu dikenal tangguh dan disiplin. Maka dari itu, pernyataan dari CEO Team Aster, Guo "Zhili" Zhili bahwa server Dota 2 China akan ditutup membuat gempar komunitas.Zhili yang juga merangkap sebagai chairman dari Asosiasi Dota 2 China (CDA) memperkenalkan roster baru Team Aster pada 22 agustus lalu di mana ia mengungkapkan latar belakang di balik pilihannya akan roster baru timnya.
"Ketika saya bertemu Monet saya memberitahukan rencana dan pemikiran saya. Saya katakan kepada Monet bahwa saya berharap dia dan Xxs dapat bermain bersama kami hingga server Dota 2 [di China] tutup. Entah kapan hal itu terjadi, saya berharap mereka bisa bermain bagi kami sampai saat itu tiba."
Pernyataan Zhili tersebut terkesan berlebihan pada awalnya, namun jika kita telaah lebih dalam lagi, ia mengatakannya untuk mengungkapkan rasa frustasi China akan sikap pasif Valve terkait Dota 2 di masa pandemi COVID-19 ini.
Dilaporkan dari VPEsports bahwa jumlah pemain Dota 2 di server China merosot drasits hingga mengancam keberlangsungan tim-tim profesional karena kesulitan merekrut permain berkualitas.
Dimulai dari pandemi COVID-19
Valve mengumumkan Regional League pada akhir Februari tahun ini, yang disambut baik oleh para tim profesional Dota 2 karena merasa bahwa struktur baru Dota Pro Circuit (DPC) ini akan mendorong kancah eSports Dota 2 lebih jauh lagi menjadi kompetisi yang terstruktur rapi dan berkelanjutan.Sayangnya, kurang dari sebulan kemudian, dunia dilanda oleh pandemi virus corona COVID-19, memaksa berbagai negara menerapkan kebijakan lockdown, bahkan kompetisi DPC pada musim ini terpaksa dihentikan.
(Valve/Blog Dota 2)
Dari titik inilah, Valve tiba-tiba saja seperti berhenti menghiraukan Dota 2. Pengumuman pertama dan satu-satunya dari mereka terjadi pada 30 April 2020 mengenai update akan The Internatonal 10 yang sejatinya akan digelar pada pertengahan Agustus di Swedia. Valve mengumumkan bahwa TI10 kemungkinan besar akan digeser ke 2021 dan menegaskan mereka terus berusaha merestrukturisasi musim DPC untuk musim gugur.Namun hingga menjelang dimulainya musim baru (5 Oktober 2020), Valve tak kunjung memberi informasi lebih lanjut, sehingga membuat para tim profesional kebingungan mempersiapkan diri atau tidak. Pada intinya, selama 6 bulan sejak dihentikannya DPC musim ini, Valve tidak melakukan apapun untuk membangkitkan kembali panggung eSports Dota 2, terutama di China.
Gelar Liga Regional Sendiri
Tanpa adanya campur tangan Valve, 8 organisasi eSports terbesar di China bekerjasama menciptakan Regional League mereka sendiri yang disebut CDA China DOTA2 Professional League untuk terus menjaga kestabilan komunitas serta memberi para pemain tempat untuk mengasah dan mempertajam  kemampuan mereka hingga DPC dimulai kembali.
(CDA)
Setelah musim pertama liga profesional CDA usai, Mars Media bergabung ke proyek tersebut dan hingga kini, komunitas Dota 2 China masih terus berusaha mempertahankan diri tanpa dukungan dari Valve.Eropa dan CIS juga meniru langkah CDA dengan menggelar OMEGA League yang diprakarsai oleh 8 tim terbesar di Eropa dan CIS, bekerjasama dengan WePlay! dan Epic Esports Events untuk memberi tontonan menarik bagi para penggemar Dota 2.
(OMEGA League)
Sampai kapan kalian akan berdiam diri, Valve?
(Stefanus/IDGS)