Dota 2: Pelarangan Kuku & skem Berpartisipasi dalam Chongqing Major Diduga Berkaitan dengan Politik

Dota 2: Pelarangan Kuku & skem Berpartisipasi dalam Chongqing Major Diduga Berkaitan dengan Politik

Komunitas Dota 2 di luar Cina tengah gempar, seiring dengan keputusan pelarangan tampil dua pemain Filipina di Chongqing Major karena kalimat rasis yang mereka lontarkan ke pemain-pemain Cina

IDGS, 27 November 2018 - Meski orang-orang menyetujui alasan dari sanksi tersebut, namun banyak figur-figur ternama dari komunitas merasa kecewa sekaligus khawatir akan dampak dari sanksi itu ke depannya, apalagi jika memperhitungkan fakta bahwa sanksi tersebut tidak datang dari Valve sebagai developer, publisher, sekaligus pencetus resmi dari event tersebut, melainkan dari pemerintahan lokal kota Chongqing. 

Banyak pemain-pemain profesional yang jengkel atau marah dengan sanksi tersebut, salah satunya kapten dari Ninjas in Pyjamas, Peter "ppd" Dager. 

 

 

Mantan pemain pro Aliiance sekaligus streamer populer, Henrik "AdmiralBulldog" Ahnberg juga mengekspresikan kecemasannya akan sanksi yang diterima oleh Carlo "Kuku" Palad dan Rolen Andrei Gabriel "skemberlu" Ong dan bagaimana kasus itu akan berdampak bagi The International 2019 (TI9) yang akan digelar di Shanghai, Cina: 

 

 

TI9 adalah gelaran The International pertama di benua Asia. Sebelumnya, TI digelar di Jerman pada 2011, lalu Seattle dari 2012 hingga 2017, hingga Kanada untuk edisi tahun ini. Dengan mengapungnya kasus Kuku dan Skem, banyak pihak mencemaskan integritas dari turnamen terbesar Dota 2 sekaligus kompetisi eSports dengan prize pool terbesar di dunia itu. Maka dari itu, banyak pihak yang mengusulkan venue alternatif, termasuk AdmiralBulldog: 

 

 

Dan juga streamer populer lainnya yang juga mantan pemain pro, WehSing "SingSing" Yuen: 

 

 

Banyak orang dalam komunitas yang heran kenapa Valve seolah-olah tak ingin ikut campur dalam kasus tersebut. Host, analist, dan ahli statistik Alan "Nahaz" Bester adalah salah satu di antaranya. Hal ini dikarenakan telah terjadi beberapa kasus rasis serupa namun tidak pernah ada yang berujung hingga sanksi seberat yang diterima Kuku dan Skem. Jangankan ditendang dari suatu turnamen, belum ada pemain sebelumnya yang ditendang dari event sekelas Major hanya karena kasus yang sama. 

 

 

Sementara itu, manajer Forward Gaming, Jack Chen, mengatakan bahwa kasus tersebut menjadi parah seperti sekarang karena adanya kesalahan penanganan sejak awal: 

 

 

Banyak pihak yang menyerukan untuk diadakannya diskusi transparan antara pihak-pihak terkait dengan solusi yang lebih masuk akal, termasuk salah satu juara dari TI8, OG Sebastien "Ceb" Diebs: 

 

 

 

 

Host asal Filipina, Eri Neeman juga menyerukan pengertian antara semua pihak terkait: 

 

 

 

Jauhkan politik dari eSports

Mengapa komunitas Dota 2 dan bahkan pihak-pihak di luar Dota namun masih dalam lingkup eSports bereaksi keras akan sanksi Kuku dan Skem? Seperti yang sempat disinggung di atas: Integritas. Pada dasarnya, host dari event eSports tidak punya hak untuk melarang pemain mengikuti turnamen, karena hal itu bisa disalah gunakan untuk kepentingan tim tertentu. 

Yang kedua, pelaku, dalam kasus ini Kuku dan Skem, telah ditindak tegas oleh tim mereka masing-masing (TNC Predator kepada Kuku, compLexity kepada Skem) dan apa yang dilakukan oleh pemerintahan lokal Chongqing seolah menghukum pihak yang tak ada sangkut pautnya dengan politik pun tidak jelas keuntungan politik apa yang bisa didapat dari tindakan tersebut. 

Yang terakhir, pemerintahan Chongqing pada faktanya, mempolitisasi isu tersebut daripada bekerjasama dengan komunitas untuk kebaikan bersama.

Saat ini memang tengah ada tensi tinggi antara Filipina dan Cina, di mana Filipina terus menagih janji Cina memberikan pinjaman dana besar sebagai ganti atas beralihnya haluan Filipina dari Amerika Serikat untuk beraliansi dengan Cina. Pinjaman tersebut sampai sekarang ditengarai belum juga cair. 

Perpecahan retoris yang melibatkan politik dua negara ini tentunya menempatkan Valve pada posisi sulit. Dan seperti yang terpampang sebelumnya, telah banyak orang dari komunitas Dota 2 yang menyerukan agar TI9 dipindahkan ke luar Cina. 

Tentunya memindahkan venue tak semudah itu karena akan mengakibatkan kerugian besar dari Valve yang nampaknya telah bekerjasama dengan pemerintahan lokal kota Shanghai, tempat digelarnya TI9 kelak. Namun, membiarkan campur tangan politik masuk ke dalam kompetisi eSports yang menjunjung tinggi semangat olahraga yang fair tentu bukanlah solusi terbaik. (Stefanus/IDGS)


Sumber

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI