Studi Terbaru Menunjukkan Tidak Ada Kaitan Antara Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Dengan Perilaku Agresif Para Pemainnya

Studi Terbaru Menunjukkan Tidak Ada Kaitan Antara Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Dengan Perilaku Agresif Para Pemainnya

(Gambar: Pxhere)

IDGS, Senin, 18 Februari 2019 - Video game yang penuh dengan kekerasan telah lama disalahkan sebagai penyebab dari perilaku agresif di dunia nyata oleh sejumlah gamer muda. Eric Harris dan Dylan Klebold yang membunuh teman-teman sekelas mereka di SMA Columbine di Colorado pada 1999 diketahui suka bermain Doom, sebuah video game yang mendapat lisensi dari militer Amerika Serikat sebagai sarana melatih prajurit untuk membunuh. 

 


Namun, studi terbaru yang dilakukan oleh para ilmuwan di Institut Internet Oxford, Universitas Oxford, menemukan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku agresif dalam diri remaja dengan durasi waktu mereka bermain video game yang penuh dengan unsur kekerasan. 

"Ide bahwa video game berunsur kekerasan menyebabkan perilaku agresif di dunia nyata adalah salah satu opini terpopuler, namun tak pernah diuji coba secara mendalam," tutur pemimpin studi Profesor Andrew Przybylski, Direktur Penelitian dari Institut Internet Oxford. 

"Meski ketertarikan tinggi akan topik tersebut dari para orang tua dan legislatro (pembuat hukum), penelitian tidak menemukan adanya hal yang perlu dikhawatirkan [dari bermain game berunsur kekerasan]." 

Penelitian itu menggunakan data-data sampel representatif yang dikumpulkan para remaja di Inggris dan wali mereka selaras dengan rating kekerasan resmi untuk video game dari E.U (Persatuan Eropa) dan Amerika Serikat. 

Berbagai studi juga telah dilakukan untuk membuktikan hubungan antara video game berunsur kekerasan dengan perilaku agresif di dunia nyata, dan penelitian terbaru dari Oxford ini adalah penelitian paling komprehensif pada saat ini. Penelitan itu menggunakan data subyektif dan obyektif untuk mengukur tingkat agresivitas para remaja dan unsur kekerasan di dalam video game. 


Orang Tua Diikut Sertakan Dalam Studi Untuk Pertama Kalinya


Daripada mengandalkan data yang dilaporkan oleh para remaja itu sendiri, peneliti dari Oxford mengumpulkan data dari para orang tua/wali dari remaja-remaja untuk menentukan tingkat agresivitas dari anak-anak mereka. 

Tingkat kekerasan di dalam suatu game ditentukan lewat sistem rating Pan European Game Information (Eropa) dan Entertainment Software Rating Board (AS). 

"Penemuan kami menunjukkan bahwa bias dari para peneliti bisa jadi memengaruhi studi-studi pada topik ini sebelumnya, dan membelokkan pengertian kita akan efek dari video game," ujar Dr. Netta Weinstein dari Universitas Cardiff, rekan Profesor Andrew dalam studi tersebut. 

Untuk mencegah terjadinya bias dalam studi dan membuat studi itu lebih transparan, tim peneliti mencantumkan hipotesis, metode, dan teknik alanisa mereka sebelum dimulainya studi. 

Data untuk studi tersebut dikumpulkan dari remaja 14-15 tahun asal Inggris dan para orang tua atau wali mereka dengan jumlah total 2.008 subyek studi. 

Para remaja ditanyai berbagai pertanyaan mengenai kepribadian serta kebiasaan bermain game mereka dalam sebulan terakhir, sedangkan orang tua atau wali mereka menyelesaikan kuesioner mengenai perilaku agresif anak-anak mereka baru-baru ini lewat metode Strengths and Difficulties Questionnaire

Hasil dari studi tersebut menyimpulkan bahwa "Interaksi dengan video game yang dipenuhi unsur kekerasan tidak diasosiasikan dengan perilaku agresif para remaja, bukti dari laporan yang telah terdaftar," di mana versi lengkapnya bisa dibaca di Royal Society Open Science

Patut digaris bawahi bahwa meski para peneliti tidak menemukan kaitan antara bermain video game berunsur kekerasan dengan perilaku agresif para remaja, mereka juga mengakui ada beberapa aspek dari bermain game-game berunsur kekerasan yang kemungkinan bisa memicu perasaan marah dan frustasi dari pemainnya. 

 

(Stefanus/IDGS)


Sumber: Interesting Engineering

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI