Begini Trik Epic Games Selipkan Mikrotransaksi di Fortnite yang Dinilai Curangi Gamer

Epic Game Store. (Sumber: Epic Game Store)

Indogamers.com - Epic Games, developer game battle royale populer Fortnite, baru-baru disorot akibat praktik mikrotransaksi dalam game tersebut.

Denda sebesar Rp19 miliar dikenakan oleh Lembaga Perlindungan Konsumen Belanda (ACM) atas apa yang mereka sebut sebagai "praktik komersial tidak adil pada anak-anak di Fortnite."

Menurut ACM, Epic Games memanfaatkan kerentanan anak-anak melalui ragam pilihan desain penawaran di Item Shop Fortnite.

Baca Juga: Epic Games Bayar Kena Denda di Belanda, Jumlahnya Fantastis

Mikrotransaksi di game Fortnite. (Sumber: Reset Era)

Frasa seperti "Dapatkan Sekarang" dan "Beli Sekarang" dianggap sebagai iklan, di mana secara langsung mendorong anak untuk melakukan pembelian.

Selain itu, Epic Games juga ketahuan pakai timer hitung mundur menyesatkan. Sebab, setelah timer berakhir, item yang ditawarkan ternyata masih bisa dibeli.

Baca Juga: Apa Itu Mikrotransaksi dalam Game yang Bikin Epic Games Kena Denda di Belanda

Kasus ini bukan yang pertama bagi Epic Games.

Pada Desember 2022 silam, mereka harus bayar denda sebesar $520 juta USD atau sekitar Rp8,2 triliun ke Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat.

Kasusnya senada, keluhan mikrotransaksi dan pedoman perlindungan anak dalam game Fortnite.

Baca Juga: Fakta-fakta Valve Cuan Besar dari Jualan Kunci Counter-Strike 2, Mampu Biayai Eksperimen dan Inovasi Terbaru

Praktik mikrotransaksi di Fortnite mencakup penjualan item kosmetik, skin, dan aksesori lainnya.

Beberapa orang berpendapat, mikrotransaksi tersebut menguntungkan pemain yang mau membayar saja.

Pola macam ini pada akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan gameplay dan berujung pada praktik "pay-to-win."

Baca Juga: Game Minecraft Classic Bisa Dimainkan Gratis Tanpa Instal, Ini Langkah-langkahnya

Fortnite X Lego (Sumber: Epic Games)

Kasus Epic Games dan Fortnite menyoroti pentingnya transparansi dan keadilan dalam praktik mikrotransaksi di industri game.

Ini juga menunjukkan bahwa developer mestinya perlu lebih bertanggung jawab mendesain mekanisme pembelian in game, demi menghindari eksploitasi kerentanan konsumen, terutama anak-anak.***

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI