Indogamers.com - Halo, gaes! Siapa di sini yang kemarin ikutan deg-degan pas Team Falcons juara The International (TI) 2025? Gokil banget kan pertarungan mereka! Nah, kali ini kita bakal bahas player yang perannya krusial banget: ATF (Ammar Al-Assaf), offlaner sang juara yang terkenal agresif dan sering nyeleneh.
Baru-baru ini, bro, ATF buka-bukaan soal harga di balik trofi Aegis yang diidam-idamkan semua player Dota 2 itu. Ternyata, perjalanan dari player 3.000 MMR di tahun 2019 sampai jadi juara dunia hanya dalam enam tahun itu, enggak gratis sama sekali!
Tiga Pengorbanan Paling Berat Sang Juara

Dalam wawancara eksklusifnya dengan BLAST, player asal Yordania yang kini berusia 20 tahun ini mengakui kalau jalan menuju juara adalah jalan penuh pengorbanan. Bukan cuma nge-Dota keras, tapi beneran harus ngelepas kehidupan normal.
Menurut ATF, ini dia tiga hal besar yang harus dia lepaskan:
Pendidikan Resmi: "Saya udah mengorbankan sekolah, kuliah, universitas, whatever lah kalian mau sebut apa," kata ATF. Yaps, dia rela gak punya pendidikan formal demi karir esports-nya.
Social Life Nol: Kedua, dia enggak punya kehidupan sosial alias zero social life. Bayangin, gaes, semua waktu abis buat grinding dan scrim!
Kesehatan: Dan yang paling miris, dia juga harus mengorbankan kesehatannya sendiri. Duh, mental dan fisik pasti terkuras habis.
Dari Passion Berubah Jadi Pekerjaan Berat

ATF juga curhat jujur, bro. Buat dia, nge-Dota sebanyak ini udah enggak seru lagi.
"Main Dota sebanyak ini udah gak menyenangkan. Di tahun 2019, saya cuma 3K MMR, dan harus grinding keras banget buat sampai di titik ini,"
Dia bilang, grinding yang tanpa henti itu mengubah passion jadi profesi yang penuh tekanan, bukan lagi tentang bersenang-senang.
Oh ya, bro, kesuksesan ini juga enggak lepas dari keluarga! Karena dia mulai tanding saat masih di bawah 18 tahun, kakak-kakaknya sering harus ikut traveling, dan ibunya yang ngurus semua logistik dan visa di balik layar. Respect buat keluarga ATF!
Fokus Baru: Farming Uang!

Setelah berhasil ngangkat Aegis, yang disebutnya sebagai puncak dari rasa sakit, pengorbanan, dan kekecewaan kalah di TI 2024, mentalitas ATF sekarang berubah. Dia udah enggak terlalu memikirkan rekor atau gelar lagi, tapi lebih ke kesejahteraan finansial.
Dia bilang dengan jujur:
"Tujuan saya adalah farming uang sebanyak mungkin. Saya gak punya target turnamen spesifik atau berapa banyak TI yang mau saya menangkan,"
"Tentu aja kami mau menang semua, tapi buat saya, ini bukan lagi tentang menghitung gelar. Saya cuma mau terus menang dan ngumpulin uang sebanyak mungkin."
Nah, gaes, itu dia realitas pahit di balik gemerlap juara esports. Kesuksesan ATF di TI 2025, termasuk momen clutch dia pakai Ursa di Final Game 4 melawan Xtreme Gaming, adalah hasil dari totalitas yang ekstrem.
Gimana menurut kalian, bro? Apakah pengorbanan ATF ini worth it dengan gelar juara dunia dan jaminan finansial yang dia dapat?***





















