Indogamers.com - Bagi kita para gamers, dunia maya seringkali terasa lebih masuk akal daripada dunia nyata. Di dalam game, aturan mainnya jelas: Lakukan quest, dapatkan reward. Grinding keras, naik level. Jika salah langkah, tinggal tekan respawn.
Tapi pada tahun 2010, sepasang suami istri di Korea Selatan terjebak dalam "glitch" psikologis yang paling fatal. Mereka lupa bahwa tombol logout seharusnya membawa mereka pulang, bukan memisahkan mereka dari kemanusiaan.
Ini adalah kisah tragis tentang Sarang, bayi yang kalah bersaing dengan sekumpulan piksel.
The Ultimate Grinders
Pasangan Kim bukanlah penjahat yang lahir dari niat jahat. Mereka, seperti banyak dari kita, adalah orang-orang yang lelah dengan hard mode kehidupan nyata. Ekonomi sulit, pekerjaan nihil, dan membesarkan bayi prematur adalah tantangan tanpa panduan walkthrough.
Lalu mereka menemukan Prius Online.
Sebuah MMORPG yang menawarkan pelarian sempurna. Di sana, ada sistem Anima, seorang gadis kecil virtual mirip peri yang bisa diadopsi. Mekanismenya dirancang untuk memuaskan naluri mengasuh, beri dia makan, belikan baju, ajak bicara, dan dia akan tersenyum. Ada bar progress yang naik. Ada bunyi “Ding!” yang memuaskan setiap kali tugas selesai.
Pasangan Kim menjadi hardcore grinders. Mereka menghabiskan 12 jam sehari di warnet (PC Bang), terobsesi membesarkan Anima. Di layar monitor, mereka adalah orang tua teladan (MVP). Anima mereka tumbuh sehat, levelnya tinggi, item-nya lengkap.
Mereka kecanduan dopamin instan itu. Rasa pencapaian yang semu.
AFK dari Kenyataan
Sementara itu, di sebuah apartemen sempit yang hanya berjarak beberapa blok dari warnet, ada "pemain" lain yang sedang menunggu.
Sarang, bayi perempuan mereka yang berusia 3 bulan.
Berbeda dengan Anima yang selalu tersenyum saat diklik, Sarang menangis. Dia butuh susu, butuh pelukan, butuh diganti popoknya. Tapi bagi orang tuanya yang sudah terlalu tenggelam dalam game, tangisan Sarang di dunia nyata hanyalah gangguan suara latar.
Mereka memperlakukan Sarang seperti NPC yang bisa diabaikan. Mereka hanya pulang sebentar untuk memberinya susu botol, seringkali cuma sekali sehari, lalu meninggalkannya AFK berjam-jam sendirian di kamar gelap.
Logika mereka telah rusak. Mereka berpikir, "Sarang bisa menunggu. Tapi event di Prius Online tidak bisa menunggu."
Tidak Ada Tombol Respawn
Hingga akhirnya, batas itu terlampaui. Tubuh mungil Sarang tidak punya HP bar yang bisa regenerasi otomatis.
Suatu pagi, setelah sesi maraton di warnet yang melelahkan, pasangan Kim pulang dan menemukan Sarang sudah tidak bergerak. Bayi itu meninggal karena malnutrisi ekstrem. Dia mati kelaparan di atas kasurnya sendiri, sementara orang tuanya sibuk menyuapi makanan virtual untuk anak peri di layar komputer.
Polisi yang datang ke TKP menemukan fakta yang membuat siapa pun merinding, Orang tua ini menelantarkan bayi nyata demi merawat bayi maya. Mereka memilih simulasi yang mudah dimenangkan daripada realitas yang menuntut tanggung jawab.
Refleksi untuk Kita: The Real Main Quest
Kasus Prius Online ini adalah "Dark Lore" yang paling menyedihkan dalam sejarah gaming. Ini menjadi pengingat brutal bagi kita semua yang hobi build character.
Terkadang, saat kita terlalu asyik mengejar rank, mencari loot legendaris, atau membangun reputasi di guild, kita lupa melihat ke sekeliling. Kita lupa bahwa orang tua, pasangan, anak, atau teman kita di dunia nyata tidak punya fitur auto-save.
Game didesain untuk memberikan kita kepuasan instan yang tidak didapat di dunia nyata. Tapi ingat, sehebat apa pun character yang kita bangun, dia akan hilang saat server tutup.
Sarang mengajarkan kita satu hal dengan harga nyawanya: Kehidupan nyata adalah satu-satunya game dengan sistem permadeath. Jangan sampai kita salah memprioritaskan quest. Karena saat layar menjadi hitam dan tulisan "Game Over" muncul di kehidupan nyata, kita tidak bisa memasukkan koin untuk main lagi.
Log out lah sesekali. Lihatlah orang-orang yang kamu sayangi. Mereka adalah Main Quest yang sesungguhnya.***