5 Game Mobile yang Memberi Dampak Negatif Anak, dari Verbal Abuse sampai Kekerasan Seksual

Potret ilustrasi anak bermain mobile game. (FOTO: unsplash.com/@thisisgeipenko)

Indogamers.com-Sejumlah game online disebut memberikan dampak negatif bagi anak. Terutama usia SD hingga SMP, yang masih dalam pencarian identitas diri.

KPAI mencatat bahwa lebih dari 60 persen pengaduan terkait anak dan internet berhubungan dengan dampak buruk game online.

Dampak paling umum: perubahan perilaku, kecanduan, penurunan prestasi akademik, hingga kekerasan verbal dan fisik.

Baca Juga: Indonesia Darurat Kata Kasar Imbas dari Game, Ini Langkah Penting yang Bisa Dilakukan Pemerintah Mengatasinya

Game Online yang Sering Dikaitkan dengan Dampak Negatif

Dan berikut adalah deretan game yang sering dikaitkan dengan dampak negatifnya:

1. Mobile Legends: Bang Bang (MLBB)

  • Dampak: Sering terjadi verbal abuse (kata-kata kasar, toxic), terutama saat bermain ranked match.

  • Kandungan adiktif: sistem kompetitif, skin premium, push rank.

  • Efek: meningkatkan stres, membuat anak mudah tersulut emosi, dan meniru kata-kata kasar dari rekan setim.

2. Free Fire

  • Dampak: Tembak-tembakan intens, penggunaan senjata, interaksi bebas.

  • Efek: Anak bisa meniru gaya agresif, berpikir kekerasan adalah cara menyelesaikan masalah.

  • Kata-kata toxic juga umum muncul, terutama dari channel live streaming atau komunitas.

3. PUBG Mobile

  • Dampak: Realisme tinggi dalam adegan perang dan penggunaan senjata.

  • Efek: Anak menjadi kurang peka terhadap kekerasan, serta cenderung imitatif terhadap tindakan-tindakan ekstrem.

4. GTA V (via Mod atau PC)

  • Dampak: Kekerasan ekstrem, pencurian, perkelahian, hingga konten seksual.

  • Efek: Anak bisa menormalisasi pelanggaran hukum dan pergaulan bebas jika tidak diawasi.

5. Call of Duty Mobile

  • Dampak: Permainan tembak-tembakan yang cepat dan intens.

  • Efek: Mirip PUBG, dapat menurunkan empati dan meningkatkan sikap agresif jika dimainkan terus-menerus tanpa kontrol.

Game yang melibatkan persaingan dan kekerasan tinggi merangsang adrenalin dan dopamin, yang membuat anak cepat kecanduan.

Verbal abuse ditiru dari toxic player yang jadi panutan, baik di dalam game maupun lewat influencer gaming di YouTube/TikTok.

Baca Juga: 3 Perilaku Negatif Anak yang Disebabkan oleh Game

Anak yang tidak memiliki kontrol emosi atau pengawasan orang tua bisa terjebak dalam siklus "main-marah-main lagi".

Agar anak tidak demikian peran orangtua penting dalam hal pengawasan. Orang tua perlu mengawasi waktu bermain game anak (maksimal 1–2 jam per hari).

Melibatkan anak dalam diskusi tentang etika digital dan pergaulan di dunia maya. Mengarahkan ke game edukatif atau multiplayer positif seperti Minecraft, Roblox edukatif, atau game coding.

Peran pemerintah juga penting di sini. Di mana pemerintah perlu menyosialisasikan literasi digital dan risiko cyberbullying. Memperkuat pengawasan terhadap konten game dan live streaming.(*)

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI