Menilik Pentingnya Kebugaran Atlet Esports di Lapangan yang Luput dari Perhatian

Faidillah Kurniawan saat ditemui Indogamers pada Kamis, 22 Februari 2024. (Sumber: Dok. Indogamers)

Indogamers.com - Di tengah meningkatnya euforia gaming, kebugaran atlet esports jadi aspek penting yang masih sering luput dari implementasi di lapangan maupun sorotan akademisi.

Tim Indogamers berkesempatan ngobrol bersama Faidillah Kurniawan, pengamat esports sekaligus Dosen di Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Yogyakarta (FIKK UNY).

"Harusnya atlet itu jadi role model. Berarti, kalau atlet cabor prestasi, dia harus bugar," kata Faidillah di Laboraturium Terpadu FIKK UNY, Kamis (22/2/2024).

"Namun, di lapangan, teman-teman esports kebanyakan belum melihat hal ini sebagai sesuatu yang penting, sebagai penunjang," lanjut dia.

Baca Juga: Mengulik Cikal Bakal Komunitas Gamer di Jogjakarta yang Lahir dari Lab Kampus

Dosen yang telah mengajar sejak tahun 2005 tersebut lantas menjabarkan alasan ilmiahnya, mengapa aktivitas fisik yang mengarah pada kebugaran penting buat atlet esports.

"Dalam fisiologi, ilmu tentang fungsi tubuh, kita bisa berpikir cepat, tangkas membuat keputusan dalam sepersekian detik, apabila sirkulasi oksigen dalam otak sangat lancar," terang Faidillah.

"Oksigen akan lancar apabila perjalanan darah di seluruh tubuh juga bagus, dan itu terjadi ketika kita bugar," lanjut sosok asal Palembang tersebut.

Singkat kata, dengan menjaga kebugaran, atlet esports bisa lebih jernih mengambil keputusan, baik terkait taktis maupun teknis.

Pentingnya Aktivitas Fisik Atlet Esports

Hasil penelitian Joanne DiFrancisco-Donoghue dkk. (Sumber: Journal of Sport and Health Science 11 (2022) 725730))

Biasanya, dari sisi aktivitas fisik, salah satu cara atlet "olahraga tradisional" menjaga kebugaran adalah dengan latihan aerobik, seperti bersepeda, lari, dan sebagainya.

Akan tetapi, cabor esports disebut punya keunikan tersendiri, mirip catur dan bridge, terutama dalam hal komposisi penggunaan otot.

"Kalau misal dispesifikkan, di esport tidak terlalu butuh komponen otot besar. Esports masuknya kategori motorik halus, pakai ototnya tidak banyak, hanya melibatkan beberapa bagian tangan, dominan justru di olah pikir," terang Faidillah.

Baca Juga: Serba-serbi Sistem Kontrak Atlet Esports di Jogja dan Fasilitas Penunjang yang Belum Ideal

Faidillah lantas menjelaskan bagaimana aktivitas fisik dan kebugaran bermanfaat untuk atlet esports.

"Kasus yang sering terjadi, atlet esports kurang mengindahkan posisi ergonomis. Sebagai contoh, dalam durasi main sekian menit atau ronde, atlet esports awalnya duduk biasa, tetapi lama-lama posisinya berubah," kata dia.

"Ini akan mengganggu, secara tak langsung, entah itu tekanan bagian otot tadi, posisi tulang rangka, bahkan mungkin bisa jadi menghambat fungsi organ," tegas dosen Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga tersebut.

Adapun supaya kuat, "penunjangnya yakni kondisi otot dan tulang rangka harus kuat." Itulah sebabnya, atlet esports tetap perlu menjaga kebugaran dan otot mereka.

Belajar dari Esports di Korea Selatan

Sebuah kelas di Gen.G Elite Esports Academy di Seoul, Korea Selatan. (Sumber: Chang W. Lee/The New York Times)

Faidillah menjelaskan, saat ini Korea Selatan adalah salah satu kiblat dunia esports.

"Klub profesionalnya sudah luar biasa, layaknya profesional sepakbola di Liga Inggris, ada tim khusus menangani gizi, istirahat, fisik, teknik, dan taktik, serta mental," terangnya.

Kajian Akademik Seputar Aktivitas Fisik untuk Atlet Esports

Ilustrasi aktivitas fisik untuk atlet esports. (Sumber: Esports Medicine Certification)

Pada kesempatan yang sama, Faidillah juga berbagi pandangan seputar kajian akademik khususnya menyangkut kebugaran di esports.

Alasannya, sumber-sumber seperti tulisan seputar tema tersebut kebanyakan masih diunggah sebagai artikel lepas di media online.

Di sisi lain, sumber macam itu dianggap masih kurang bisa dipertanggungjawabkan dalam dunia akademik.

"Saya sedang menyelesaikan S3, riset saya menganalisis kemendesakan literasi edukasi seputar kebutuhan aktifitas fisik di esports," terang Faidillah.

Menurutnya, belum banyak akademisi yang menelaah masalah ini.

"Penelitiannya sifatnya meta-analisis, dimana prosesnya menganalisis kajian akademis sebagai dasar, lalu output-nya berupa grand theory esports seputar aktivitas fisik," ujar Faidillah.

"Nah, ternyata penelitian-penelitian yang memang konsen untuk aktivitas fisik dalam esports, apalagi sampai ke eksperimen, saya belum menemukan yang di-publish secara resmi, di dunia," tegas dia.

Baca Juga: Susah-susah Gampang Pengembangan Ekosistem Esports di Jogjakarta

16 Tim Esport Peserta Babak 16 Besar Vaporlax IMC Season 1
Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI